Tokyo Ravens Vol 3 Bahasa Indonesia

Chapter 1 – Awal Baru

Sangat sedikit orang yang memperhatikan awal mula insiden itu.

 Kebanyakan orang, hampir semua orang baru menyadarinya setelah memikirkannya setelah kejadian.

Menyadari bahwa mereka telah melewati garis yang tidak dapat dikembalikan.

Ada rantai berat di luar kamar rumah sakit, pintunya dibekali dengan sihir, dan tali suci dijalin di luar ruangan, dengan sakaki[1] disisipkan ke kiri dan kanan. Ayahnya dengan hati-hati melepasnya satu per satu, dan akhirnya memasukkan kunci ke dalam lubang kunci, memutar pegangan pintu.

(Sakaki; tanaman jepang yang dikeramatkan dalam agama shinto.)

Sikap hati-hati ini membuatnya secara tidak sengaja mempercayainya. Dia baru sekarang menyadari bahwa dia hanya memohon ini karena keingintahuan dan kebosanannya yang tidak terpuaskan – serta beberapa simpati.

 Ayahnya tertawa, bertanya padanya “mungkin sebaiknya kau tinggalkan saja”, tapi dia segera menggelengkan kepalanya saat mendengar itu. Simpati itu telah lama berubah menjadi emosi yang berbeda saat dia melihat kamar rumah sakit yang ‘disegel’ ini.

Setelah menarik napas dalam-dalam – pemuda itu perlahan membuka pintu kamar rumah sakit.


[1] Sakaki; tanaman jepang yang dikeramatkan dalam agama shinto.

Classroom of Elite Vol 6 Bahasa Indonesia

Chapter 1; Senandika Kushida Kikyou

APAKAH MANUSIA HIDUP menurut idealisme mereka sendiri, aku bertanya-tanya? Yah, aku sih begitu. Aku telah menjadi diri idealku. Gadis-gadis lain menyetujui bahwa aku diberkati menjadi sosok yang luar biasa, ingatanku lebih tajam dari kebanyakan orang, dan aku berbakat secara akademik. Aku bagus dalam olahraga dan percaya diri dalam kemampuan percakapan. Aku memiliki pion, aku cerdas, dan aku mudah beradaptasi dengan situasi apa pun.

Bukankah kalian akan mengatakan aku sempurna?

Tentu saja, aku tidak akan mengatakan bahwa aku seperti itu. Ada gadis yang lebih manis dariku, dan banyak yang lebih pintar atau lebih atletis. Itu jelas. Ya, itu cukup jelas. Namun, juga fair untuk mengatakan bahwa kebanyakan orang membenci kekalahan. Baik itu soal penampilan, prestasi akademik, bernyanyi, atau bahkan video game, wajar jika kalian merasa frustrasi saat kalah dari orang lain dalam sesuatu yang kalian kuasai.

Aku jauh lebih membenci kekalahan dari rata-rata manusia.

Setiap kali kalah dari seseorang yang aku kenal, itu membuatku terguncang hebat. Setiap kekalahan memperdalam kegelapan di dalam hatiku. Aku pernah muntah karena stres emosional hebat yang disebabkan kekalahan.

Realitas memang kejam. Aku tahu aku bukan rata-rata, tetapi aku juga tidak jenius. Semasa kecil, orang-orang menyukaiku setiap kali aku menyelesaikan tugas kecil sekalipun. Mereka menyebutku jenius, ajaib. Rasanya luar biasa. Itu membuat hatiku kepalang senang.

Bisa dibilang aku adalah pahlawan, idola kelas. Aku terbaik dalam segala hal—sampai aku mulai masuk SMP. Kemudian orang-orang mulai menyalipku dalam berbagai aspek. Aku tidak bisa mengalahkan lawan, dan itu melahapku, jadi aku pun mencari pelarian. Aku menginginkan sesuatu yang aku tidak pernah bisa kalah. Aku ingin orang-orang harmat dan iri kepadaku.

Aku tidak bisa mencapai itu di bidang akademik atau olahraga. Itu mustahil. Jadi, aku memutuskan untuk membuat orang mempercayaiku. Mereka akan mencintaiku lebih dari siapapun. Aku akan mengulurkan tangan dalam persahabatan dengan laki-laki yang menjijikkan dan asosial, dan kepada gadis yang tidak menarik dan cukup pahit untuk membuat mual perut siapa pun. Aku menekan emosiku yang sebenarnya dan tersenyum, memancarkan kebaikan palsu.

Aku menjadi sangat populer. Aku dicintai oleh teman-teman sekelasku, baik oleh kakak kelas maupun adik kelas, oleh guru dan wali kelasku, bahkan oleh orang asing di lingkunganku. Dalam hal disukai, aku tidak tertandingi.

Pada hari-hari itu, aku gembira. Pada saat yang sama, aku belajar sesuatu yang baru. Kepercayaan itu seperti sake yang mahal; Kamu tidak bisa begitu saja menggantinya dengan semangat palsu atau lebih rendah dan berharap orang-orang tidak memperhatikannya. Selain itu, orang yang dapat dipercaya menerima akses ke ruang rahasia. Ketika orang menemukan seseorang yang benar-benar dapat mereka percayai, mereka membuka diri.

Aku mengumpulkannya. Aku mempelajari segalanya mulai dari keinginan rahasia laki-laki paling populer di kelas hingga masalah rahasia siswa paling pintar. Aku memperoleh informasi tidak penting dan sangat serius. Setiap kali seseorang menceritakan sesuatu padaku, hatiku menari kegirangan.

Setiap kali seseorang memercayakan padaku informasi yang berarti bagi mereka, aku kepalang gembira. Aku dipercaya—orang yang paling bisa dipercaya. Itu menjadi alasan keberadaanku. Tapi kekuatanku berasal dari hidup dalam kebohongan. Aku perlahan-lahan menghabiskan hari-hariku dengan dihancurkan oleh beban stres itu.

Lalu… insiden itu pun terjadi. Well, itu tidak sepenuhnya benar. Insiden itu tidak “terjadi.” Seseorang membuat itu terjadi.

Tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa. Semua orang saat itu telah menolakku.

Jika Kamu menyakiti seseorang, Kamu tidak bisa mengeluh ketika mereka balas menyakitimu. Jika seseorang menyakitimu, Kamu membalasnya dengan cara yang sama. Sudah sewajarnya kan?

Tetap saja, persona ideal yang aku bangun untuk diriku sendiri hancur. Rasa hormat dan kecemburuan orang terhadapku menghilang, digantikan oleh rasa takut dan benci.

Bukan itu yang aku inginkan.

Aku hanya menginginkan satu hal.

Aku ingin menjadi favorit semua orang. Merasakan superioritas itu sekali lagi.

Aku berjanji pada diriku sendiri bahwa aku tidak akan pernah merasakannya lagi. Aku bersumpah pada diriku sendiri bahwa itu tidak akan terjadi. Saat aku memikirkan tentang kehidupan baruku di SMA, jantungku berdebar kencang.

Kali ini, aku akan berhasil.

Jadi, aku bertekad.

Namun…

Sial, sial, sial…

Awal dari kehidupan baruku berubah menjadi bencana bahkan sebelum dimulainya upacara pembukaan. Pada hari pertama sekolah menengah, aku bertemu Horikita Suzune di bus.

Dia tahu tentang kejadian itu.

Selama dia di sini, aku tidak akan pernah merasakan kedamaian.